![]() |
Foto : Ditome Papua |
Jalan pemeritan penghubung Kab Nabire, Kab Dogiyai, Kab Deiyai dan Kab Paniai di kilo meter 86 tempat pengangkutan masyarakat Distrik Dipa yang hendak menuju kota, dan tempat penurunan penduduk Distrik Dipa yang hendak menuju kampung.
Untuk sampai di tempat Telaga Talesai harus berjalan kaki, jaraknya 4 Kilo Meter dari jalan kilo meter 86.
Alkisah. Di kampung Ukali hiduplah sepasang kekasih yang sangat harmonis dalam hubungan rumah tangga mereka, mereka baru saja menikah dua tahun yang lalu.
Suaminya sendiri bernama Kinidei dan istrinya bernama Adelina. Untuk mendapatkan makanan, kedua pasangan itu berburu dan bertani.
Hari itu Kinidei dan Adelina pergi ke ladang, untuk mengambil ubi jalar, talas dan tebu. Ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka.
Ketika sampai di ladang suaminya mengambil kampak dan menebang pohon, sedangkan istrinya membersihkan rumput yang tumbuh di tengah-tengah ubi jalar, tebu dan talas. Sore pun tiba kedua pasangan itu bergegas untuk pulang. Adelina dan Kinidei menuruni jalan setapak dengan bidang tanah yang agak curum.
Ketika sampai di Labe Owaa (Rumah) suaminya berkata” sayang besok kita akan pergi ke sungai Dipa untuk mencari kata, istrinya pun menjawab” kalau begitu besok kita akan pergi ke ladang untuk mengambil ubi jalar, tebu dan talas. Suaminya pun membalas dengan cepat” Lebih baik lagi kita akan bagi tugas ,kamu pergi ke kebun, sedangkan saya akan menyiapkan suluh. Setelah membagi tugas, kedua pasangan itu tertidur lelap.
Pagi menjelang tiba, istrinya pun memasak ubi talas dan talas, untuk makan siang mereka. Bagian Kinidei Adelina mengisinya di dalam noken dan menggantungkan nya di dinding kayu Labe Owaa (Rumah) itu.
Adelina menuju ke ladangnya. ketika sampai, Adelina menggali ubi jalar, tebu, talas, dan mengisinya di dalam noken yang terbuat dari serat pohon, hingga penuh. Sebentar lagi hari akan sore Adelina bergegas untuk pulang. Untuk sampai di Labe Owaa (Rumah) Adelina harus menuruni turunan yang agak curam. Ketika sampai di ujung kampung, Adelina berdiri tepat di atas batu besar dan melihat Labe Owaa (Rumah) nya, ternyata gelembung asap keluar dari dalam Labe Owaa (Rumah) itu.
Adelina berjalan dan mendekat Labe Owaa (Rumah)nya. Ketika mendekat Labe Owaa(Rumah) itu, Adelina melihat kedalam, ternyata bukan suaminya, malainkan orang asing yang tak pernah ia jumpai. Tanpa berpikir panjang Adelina langsung masuk kedalam Labe Owaa (Rumah) itu.
Adelina langsung bertanya kepada lelaki itu” nama kamu siapa, asal kamu dari mana, lelaki itupun menjawab,” saya dari Nabire, tinggal di pinggiran pantai, nama saya Linei.
Tak lama kemudian lelaki itu berkata,” maksud kedatangan saya kesini untuk membawa kamu pergi ke Nabire, untuk menjadikan mu sebagai istri.
Adelina pun berkata,” saya sudah mempunyai seorang suami, di tengah pembicaraan Adelina belum juga usai, lelaki itu langsung mengikat tangan dan kaki Adelina. Adelina coba untuk meneriaki suaminya sambil meronta,” Kinidei tolong saya, saya di bawa oleh orang asing, Linei langsung menutup mulut Adelina dengan daun yang tumbuh di samping Labe Owaa (Rumah) itu, supaya Adelina tidak bersuara lagi.
Usaha Adelina sia-sia karena tidak di dengar oleh Kinidei. Linei membawa Adelina sampai di sungai Dipa, karena arus yang begitu deras dan tak bisa untuk di seberangi. Linei menebang pohon yang agak panjang untuk menyebrang.
Pohon yang Linei tebang ujungnya sangkut di seberang bantaran sungai Dipa. Linei berhasil menyeberang bersama Adelina sampai di seberang sungai itu.
Dari sungai Dipa Linei harus mendaki gunung sambil menggedong Adelina . Gunung itu sangat terjal untuk sampai di kampung Talauto.
Tanpa pikir panjang Linei membawa Adelini di pundaknya dan menaiki tanjakan itu. Ketika ingin mendekati kampung talauto Linei berkata kepada Adelina” kalau warga kampung bertanya tentang kita, kamu harus berkata saya ini dari kampung Ukali, saya sudah di kawinkan dengan Linei dan saya akan pergi ikut Linei ke Nabire, Apa bila kamu tidak mengatakan demikian saya akan membunuh mu hidup-hidup dengan anak panah ini.
Tanpa pikir panjang Adelina berkata kalau ia akan mengikuti kemauan Linei. Ketika sampai di kampung Talauto Linei memilih menginap di Labe Owaa (Rumah) yang berada di ujung kampung.
Linei dan Adelina di terima dengan baik dari pemilik rumah Labe Owaa (Rumah) itu.
Adat suku Mee sendiri bisa di bilang unik dalam pembagian ruang Labe Owaa (Rumah), bagi para pria sendiri satu ruang dan para wanita pun satu ruang, tetapi masih di bawah satu atap.
Bapak pemilik Labe Owaa (Rumah) itu bertanya kepada Linei,” asal kamu dari mana. Linei pun menjawab dengan cepat, saya dari kampung Nabire di bawah kaki gunung Lamei, saya datang kesini hanya mencari pasangan hidup.
Sepanjang malam kedua bapak itu bercerita. Ketika pagi tibah Linei dan Adelina melanjutkan perjalanan menuju kampung epowa.
Adelina tidak lagi mengingat Kinidei. Di sepanjang perjalanan Linei bercerita kepada Adelina kalau selama ini saya sudah memantau kalian berdua di kampung Ukali. Adelina hanya terdiam dan terus melangkah.
Ketika sampai di Gunung Pomei, Linei memanah sebuah pohon dan keluar sebuah Noken yang berisi atribut budaya, pantai dan gunung. Linei berkata kepada Adelina” kamu memakai pakaian adat gunung dan saya akan memakai pakaian adat pantai.
Linei berkata kepada Adelina,”sekarang tutup matamu, Adelina pun melakukannya, dalam satu kedip pan mata Linei dan Adelina sudah berada di pinggiran pantai.
Adelina sangat heran, secepat itu Linei dan Adelina bisa berada di tempat, yang belum pernah Adelina lihat.
Bantaran pantai yang sangat luas dan di bawah mata hari sore kemerahan yang sangat indah. Linei berkata kepada Adelina,” disini tempat saya berasal. Ketika saya di lahirkan dari rahim ibu, saya tidak pernah melihat wajah ayah. Ia telah meninggal dunia sejak saya masih dalam kandungan ibu ku.
Untuk bertahan hidup. Sambil berburu ibu membawa ku sampai di kali Dipa dan menetap disana.
Tetapi ibuku sudah meninggal dunia karena jatuh dari pohon yang sangat tinggi, saat pasang jerat kus-kus pohon di seberang kali Dipa dekat telaga.
Ketika banyak bercerita Linei berkata kepada Adelina,” tutuplah matamu sebentar lagi matahari akan terbenam, Adelina pun menutup mata. Tak lama kemudian Linei berkata kepada Adelina,” bukalah matamu sekarang.
Adelina membuka mata dan langsung berteriak karena melihat air yang sangat luas tepat di atas gunung serta di tumbuhi oleh bunga hias taman yang sangat indah. Linei berkata ,”bersiap lah kita akan melompat kedalam kelom ini.
Adelina berkata,” saya tidak mau mati, tetapi Linei tetap saja memaksa Adelina untuk melompat kedalam air itu. Linei menarik tangan Adelina langsung dan mencebur kedalam air itu.
Adelina merasa buka mencebur masuk ke dalam air melainkan jatuh tepat di sampai rumah besar. Rumah itu sangat indah, walau rumah bangunan zaman dulu, fisik bangunan itu terbangun dari dinding batu dan ber atap seng. Adelina dan Linei pun menetap disitu.
Ini adalah sejarah nya telaga Talesai yang berada di Distrik dipa, sampai saat ini talesai masih bisa di lihat oleh orang kampung yang melintasi tempat peristirahatan isetoloo.
Di larang untuk berteriak dan menebang pohon di sekitaran situ, apa bila pohon di tembang atau suara orang terdengar oleh Talesai akan turun hujan yang sangat lebat.
Di larang untuk berteriak dan menebang pohon di sekitaran situ, apa bila pohon di tembang atau suara orang terdengar oleh Talesai akan turun hujan yang sangat lebat.
Apa bila ada warga kampung yang melintasi jalan itu dan mempunyai masalah mungkin dalam kehidupan sehari-harinya atau wanita bersuami yang telah selingkuh dengan orang lain selai suaminya di mata setan akan terlihat seperti buah mere yang siap saji.
Talesai sendiri sering nampakan diri tepat di peristirahatan Osetoloo, ia memakai pakin loreng, berdiri tegap dengan senjata pistol di samping kiri dan kanan serta depan belakang, penampilannya seperti militer yang siap berperang melawan musuh.
Oleh : Ditome Papua
Posting Komentar