Foto : Ditome Papua

Pada bulan desember tahun 2014. Mahasiswa/i dari kota bandung bersiap-siap untuk pergi mengikuti natal se Jawa dan Bali di kota Semarang. 

Sore sekitar jam 08 malam kami berkumpul dalam asrama Ciloa 39. Ketua panitia Natal se Jawa Bali berkata," sebelum kami berangkat dari sini menuju kota semarang, sebaiknya kita berdoa dulu. Se usai doa.

Kami berjalan keluar gang Ciloa. ketika sampai dekat bis, ketua panitia natal se Jawa Bali sudah memegang daftar nama untuk mendata nama-nama setiap orang yang hendak naik di atas bis tersebut.

Saya pun naik di atas bis itu untuk di data nama. Setelah menaruh barang di dalam bus, saya turun untuk mengisap rokok.

ketika sampai di samping bus itu terdapat pohon trembesi yang sangat lebat dan menutupi jalan Cikawao ini. 

Terlintas dalam benakku seandainya kota Nabire di tanam dengan pepohonan rindang seperti ini, otomatis kota Nabire terasa adam dengan udaranya yang sangat sejuk. 

Kota Nabire banyak sekali anak-anak siswa siswi SMP, SMA yang berjalan di bawah teriknya mentari yang membakar se kujur tubuhnya hingga habis. 

Tetapi para elit politik lokal yang lalu lalang di jalan merdeka hanya menyaksikan dari dalam kaca gelap terdiam tanpa menyadari penderitaan yang di alam oleh Siswa-Siswi SMP, SMA itu, aaa biar sudah kataku sambil naik ke atas bus itu.

Ketika naik di atas bus itu. Ketua panitia bertanya," tidak ada yang ketinggalan to, saya berdiri dan melihat ke bagian depan untuk memastikan, apa kaa semua bangku sudah terisi," ok semua sudah siap, lanjut, kataku sambil duduk di deretan bangku bus yang paling belakang.

Di bagian belakang  bus terdapat non smoking room aku duduk disitu dengan beberapa senior ku. Sambil bercanda gurau dengan mereka sambil menikmati rokok yang belum juga habis pas naik bus tadi.

Ketika keluar dari kota Bandung dan sampai di Jatinangor aku kembali ke tempat duduk, untuk tidur. Aku mengantuk karena se malam begadang sampai pagi di asrama.

Selama di perjalanan lewat Ciribon dan kota lainnya yang ada di sepanjang jalan menuju, Jokjakarta aku tidak menyadarkan diri, dari tidur ku. 

Aku membuka mata dan melihat ke ara temanku yang duduk di sebelah kiri ku," kawan ini sudah  masuk dimana kaa, kataku sambil tersenyum paksa padanya," sekarang kita sudah masuk Jogjakarta," Jam berapa lagi kita akan sampai di kota Semarang ? satu jam lagi. Aku mengambil henpone ku dari dalam tas dan melihat jam menunjukan pukul 08.00 pagi.

Aku hanya terdiam lemas di atas kursi bus itu. Aku mendengar ada seorang cewek yang berkata kepada ketua panitia," di depan sana apa bila ada SPBU tolong berhenti saya mau buang air kecil, katanya.

Tak lama kemudian kami sampai di SPBU. Supir dan kondektur sibuk mengisi fuel sedangkan kami bergegas turun dari bus untuk membuang air.

Ketika sampai di depan toilet, aku harus berdiri untuk antri dengan beberapa orang teman dan senior ku," Jawa ini para sekali, kataku dalam gumam, di pertamin harus antri, beli harus antri, masuk toilet juga harus antri. 

Aku mencoba untuk bandingkan dengan daerah ku di timur Papua. Khususnya di Nabire, petugas pom bensing akan berdiri di samping jalan untuk menawarkan pengendara sepeda motor , yang lalu lalang," pasti pas om, pasti pas om, teriak petugas tersebut. Di tempat ku, seperti itu.

Mungkin faktor populasi manusia yang lebih banyak  jumlahnya, di Jawa dari pada di Timur Papua. Ada seorang abang yang berkata," adik buang air duluan sudah, sa tunggu disini. Aku bergegas untuk masuk kedalam toilet pas di deretan ke tiga. 

Seusai buang air aku mengambil rokok surya Gudang Garam Merah sebatang dari dalam bungkus rokok yang ku pegang. Isapan pertama aku menghembuskan di dalam ruang kamar mandi itu.

Ketika sampai di depan pintu abang ia bertanya," tadi buang air kecil atau besar," kecil saja abang, kataku. Mas sabar ee saya akan membayar ke duanya,"ok siap bang katanya.

Aku berdiri menunggu, sembari mengisap rokok di depan pintu keluar masuk toilet. Aku melihat abang itu ia memberi uang lima ribu rupiah, kepada penjaga toilet tersebut.

Kami berdua berjalan menuju Alfamard. Aku menuju kulkas untuk mengambil se botol God Dey. Di tengah kami mengantri untuk membayar," adik sudah ambil rokokka katanya," masih ada rokok abang," beee tidak apa ambil, satu bungkus sudah, ok sudah abang nanti saya ambil satu bungkus, terima kasih lagi, katakku. 

Sambil memegang sekantong pelastik dan berjalan pergi meninggalkan Alfamard tersebut. Ketika sampai di dekat bus, aku melihat semua anggota Ipmanapandode sudah duduk di luar bus itu.

Aku berjalan masuk kedalam bus itu. Duduk bersandar pada tempat duduk. Tak lama kemudian semua anggota masuk ke dalam bus, aku yang tengah terdiam memperhatikan setiap orang yang lewat di samping ku.

Aku mendengar teriakan dari depan," apa ka semua sudah naik, aku melihat satu orang cewek yang berdiri tepat di depan ku, memperhatikan setiap kursi," ok lanjut semua sudah naik, katanya sambil men jatuhkan diri ke atas kursi bus yang ia duduk.

Kami melanjutkan perjalanan menuju semarang, ada seorang abang yang berdiri di dekat sopir, sembari memegang mik di tangan kanannya," saya minta kepada semua penumpang bus untuk berdiri sebentar, beberapa detik saja plis, katanya. Aku ter tawa dengan terbahak-bahak mendengar ucapan nya itu. Ternyata abang ini berhasil menggelakkan ku.

Kami di arakan melalui telpon untuk menuju ke tempat kegiatan Natal se Jawa Bali. Ketika kami memasuki tempat itu aku melihat di samping kiri kanan jalan di tanam oleh pepohonan yang sama tinggi ukurannya.

Kami menuruni turunan, ketika sampai di bawah aku melihat ke atas bukit itu berdiri sebuah bangunan yang cukup besar, setiap dindingnya di bangun oleh trali besi, di depan bangunan itu terbentang lapangan yang cukup luas. Di ujung-ujungnya berdiri tiang gawang.

Di samping kiri kanan jalan banyak sekali pohon pinus dan trembesi yang tumbuh. Kami melewati beberapa bangunan dan sampai di suatu tempat yang di depan sana terlihat ada beberapa mahasiswa yang tengah berdiri menunggu kedatangan kami. Ketua kami turun dari bus dan menyapa mereka," ayoo semua turun, kata ketua kami.

Kami semua berdiri di tengah lapangan untuk mendengar arahan yang sedang di berikan oleh ketua panitia Natal se Jawa Bali, kami di suruh untuk mengambil kamar masih-masih.

Kami melewati koridor dan menaiki tangga hingga sampai di lantai dua, panitia yang mengantar kami berkata," yang di bagian kanan sudah di tempati oleh anak-anak Surabaya, tetapi mereka di belakang, kalau yang di depan akan di tempati oleh mahasiswa Malang, tapi saat ini mereka belum juga sampai, masih dalam perjalanan, katanya.

Kami di beri kamar, empat orang satu kamar. Kami memasuki kamar nomor 12. setelah memasuki kamar itu, aku melihat. Satu tempat tidur terletak di sebelah kanan dan di sebelah kiri dua tempat tidur. Kaca jendela ukurannya cukup besar, satu pintu untuk keluar menuju balkon. Di balkon itu terdapat besi jemuran.

Di atas tempat tidur terdapat satu kasur dan bantal. Aku menarik kasur dan bantal untuk mengalas nya di atas lantai.

Di dalam kamar itu aku bersama dengan Om Pilot, Napi dan kakak Jhon. Tak lama kemudian aku mendengar seruan mengema di telinga ku.

Kata kakak Jhon," ini pasti mahasiswa malang, aku hanya berkata," pastinya mereka cukup banyak. Aku berjalan menuju balkon dan mengambil handuk yang saya jemur. Di bawah sana ada empat orang panitia yang berdiri, dalam interaksi mereka aku mendengar, mahasiswa malang mengunakan dua bus.

Tak lama kemudian aku melihat ada dua orang lelaki ber tubuh besar yang mengendarai motor king menuju keempat panitia yang tengah berdiri di bawah sana. Seorang dari kedua pengendara motor king itu berkata," mahasiswa Malang sudah di pintu masuk. 

Aku semakin penasaran, mengapa panitia Natal datang untuk memberitahu kedatangan mahasiswa Malang, apa kaa mereka adalah kota study yang paling di takuti oleh kota study lainnya. 

Saya mendengar suara teriakan tersebut semakin mendekat. Aku memperhatikan dua bus yang parkir di lapangan itu, di dalam bus itu terdapat beberapa orang yang berdiri sembari memegang tas di tangan mereka.

Aku masuk kedalam ruangan untuk memakai pakaian. Tak lama kemudian pintu kamar di ketuk, adik Napi ber gegas untuk melihat, ternyata panitia," mandi baru langsung menuju ruang aula? adik napi membalas,' ok siap abang.

Adik Napi berkata kepada kami bertiga," Dong bilang tong mandi baru, langsung ke ruang aula. Kami ber gegas memakai pakaian untuk ibadah Natal pembukaan di ruang aula.

Kami ber empat berjalan kaki menuju ruang aula. Ketika sampai di depan ruang aula itu aku melihat banyak sekali orang yang berkumpul mengantri pengisian nama dan kota studi, di lembar pengisian yang panitia siapkan.

Di tengah mengantri saya dan kak Jhon berdiri di barisan belang sedangkan Om Pilot dan adik Napi berdiri di barisan paling depan. 

Aku melihat datang seorang cewek dari penginapan wanita, kakak Jhon memanggil wanita tersebut. Wanita itu tersenyum kepada kakak Jhon, sembari berjabat tangan, dari belakang aku memperhatikan wajah wanita itu. Kakak Jhon berkata kepada cewek itu," ini sa punya adik laki-laki, ooo iyo kakak selamat juga ucap wanita itu.

Saya hanya terdiam memperhatikan wanita itu bercakap-cakap dengan kakak Jhon. Rambut nya yang pendek, mengkilap ke kuningan, berkulit bule, kedua lesung nya yang memper para cantik wanita itu.

Pada pandangan pertama aku terpaku dengan ke cantik kan nya. Tak lama kami berdiri di depan aula," ayooo yang masih berdiri maju untuk mendaftarkan diri, ibadah sedikit lagi akan berlangsung, kata seorang panitia.

Di dalam ruang aula itu kami duduk per kota studi, yang dari bandung, duduk di sisi kanan bagian belakang, sedangkan kota studi lainnya duduk di depan kami dan kanan kami. Aku melihat cewek itu duduk tepat di depan ku.

Aku bertanya kepada kakak Jhon," Kakak cewek yang itu dia dari kota studi mana kaa...? sembari menunjukan jari ke ara wanita itu," dia dari malang dik....? sa mau minta kenalan tapi sa takut. Kakak Jhon membalas," nanti tanggal tiga puluh satu satu sa panggil adik itu baru kita duduk sama-sama, baru adik minta kenalan sama dia. 

Untuk perasaan kakakku selalu saja pengertian dalam situasi apa pun, aku selalu mengandalkan nya, selain kakak ia juga orang tua yang selalu memberikan semangat motivasi untuk kuliah, apa lagi kami disini merantau.

Enam hari ber lalu, kegiatan demi kegiatan kami lalui, sepak bola kaki, bola voli, tarik tambang, memana dan kegiatan lain-lainnya.

Malam terakhir di isi dengan pentas ben, dari setiap kota studi. Kakak Jhon masuk dan memanggil ku untuk keluar dari ruang aula.

Aku beserta kakakku berjalan keluar. Ketika sampai di depan ruang aula, aku melihat beberapa orang yang duduk bersama di bawa rimbunan pohon beringin. Ketika sampai disana aku berjabat tangan dengan setiap orang yang duduk disitu.

Aku duduk di sebelah wanita berkulit bule itu," kalau boleh tau, ko dari kota studi mana....? sa dari kota Malang, aku membalas," oooo benar kataku," baru kuliah sudah semester berapa kaa...? ooo sa masih SMA baru masuk kelas satu ini," oooooooo.

Ketika itu kami berdua hanya terdiam, mendengar pembicaraan beberapa kakak-kakak yang duduk di samping kami.

Dalam pembicaraan mereka, aku mengikuti kata demi kata. Kakak-kakak itu bercerita tantang cewek-cewek yang mereka pernah dekati. Aku pun bercerita tentang seorang cewek yang tinggal di UPI, di kota Bandung.

Cewek berkulit bule itu hanya menatap ku dalam diam, terlintas dalam benak ku, pasti ia mengira aku memiliki seorang cewek, se akan aku mengetahui jalan pikirnya, hahahahaha.

Di atas langit aula di taburi dengan percikan mercon yang menerangi setiap wajah-wajah kami yang masih duduk menatap ke langit.

Jam 12.00 malam tandanya sudah memasuki tahun baru. Kami saling bersalaman. Tak lama kemudian cewek itu berdiri dan berkata," kakak-kakak saya masuk dulu ke ruang aula, bayak yang berkata," dada adik, tetapi aku hanya terdiam menetap cewek itu. Aku berkata kepada cewek itu," adik nanti balik kaaa.....? sampai jumpa nanti, dan pergi memasuki ruang aula itu.

Malam itu aku duduk dan menyesali apa yang telah aku perbuat. khayalan demi khayalan menghantui ku. Mengapa aku hanya terdiam pada saat kita duduk berdua, sebenarnya aku harus ungkapkan perasaan ku ini.

Di tempat itu aku semakin letih dengan otak ku yang ber khayalan kemana-mana. Aku ber pamitan kepada senior-senior disitu, dan pergi.

Ketika sampai di penginapan, aku langsung merebah di atas kasur yang sudah ter alas di atas lantai.

Aku kaget ada seseorang yang membangunkan ku," adik bangun ini sudah pagi kita, siap-siap barang, sebentar lagi kita akan pulang ke Bandung, kata kakak Jhon. Aku bergegas untuk mandi, seusai mandi aku mengemas semua barang-barang ku kedalam tas.

Kami berjalan keluar kamar dan menuruni tangga hingga sampai di lapangan dekat dengan penginapan. Disitu sudah berkumpul mahasiswa Bandung, bersiap untuk naik di atas bus.

Saya melihat cewek berkulit boleh itu datang menghampiri aku dan kakak Jhon, cewek itu ia berjabat tangan dengan kakak Jhon, mataku masih saja melirik cara dia bertutur. Ketika giliranku di jabat tangan aku tersipu malu oleh lembut tangannya.

Cewek berkulit bule itu pergi dan takkan pernah kembali. Aku bergegas untuk masuk kedalam bus itu.

Sepanjang perjalanan menuju kota Bandung, aku hanya berfikir bagaimana aku bisa bertemu dengan cewek itu lagi. Tak ada cara lain, aku harus mencari nomor henponenya. Bersambung.

Oleh: Ditome Papua

Post a Comment